Masuk di penghujung tahun 2016, ada-ada saja kejutan
yang muncul di berbagai media dalam bentuk berita heboh ataupun unik bahkan
sampai menjadi viral di berbagai media sosial. Mungkin diantara berita yang
lagi booming saat ini adalah kabar tentang akan diberhentikannya pelaksanaan
Ujian Nasional tahun 2017. Mendengar dari teman-teman guru tentang kebenaran
kabar ini, penulis langsung berusaha memberikan sedikit pencerahan melalui tulisan
ini agar info penghapusan UN nantinya tidak membias, apalagi multitafsir. Ditambah
lagi dengan adanya isu di medsos tentang pelarangan pungli yang kurang lebih
memuat 58 bentuk pungli di sekolah, makin menambah polemik di kalangan guru. Tentu
ini merupakan isu yang tak mungkin dibiarkan begitu saja, tapi perlu
diklarifikasi oleh pihak terkait atau berwenang.
Jika seandainya kabar penghapusan UN ini kita bawa
ke forum diskusi, maka hampir bisa dipastikan situasinya akan alot. Kita tahu
persis bahwa di bulan November itu adalah titik awal bagi sekolah-sekolah mempersiapkan
segala sesuatunya untuk menghadapi UN yang sudah merupakan rutinitas tahunan.
Data
yang beredar saat ini, hampir sebagian besar sekolah-sekolah di tanah air tahun
ini akan melaksanakan UN berbasis komputer atau yang dikenal dengan UNBK atau
juga biasa dikenal dengan CBT (Computer Based Test). Data peserta UNBK tahun
2016 yang dirilis Kemdikbud adalah 922.447
peserta, dimana 984 yang berasal dari Sekolah Jenjang SMP/MTs, 1.298 Sekolah
Jenjang SMA/MA/SMTK/SMAK 2.100 Sekolah Jenjang SMK. Di tahun ini tentu saja
akan mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya.
Sekolah yang sudah siap
tempur dengan kesiapan yang matang tentu akan sangat kecewa mendengar isu
penghapusan UN. Tapi di satu sisi ada yang gembira ketika mengetahui kabar ini.
Yang gembira bisa jadi punya asumsi tersendiri, karena bagi mereka UN selama
ini terlalu merepotkan dengan segala macam tetek-bngeknya bahkan yang paling
parah lagi hajatan UN selalu identik dengan kecurangan terselubung. Namun apapun
alasannya, kita harus siap melaksanakan kebijakan yang akan dibuat oleh bapak Muhadjir
Efendy selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Lalu apa
saja kebijakan yang sudah dipersiapkan pak Muhadjir terkait dengan pelaksanaan
UN 2017? Kita simak penuturanya yang dikutip dari Detik.com
"Dimoratorium, di tahun 2017 ditiadakan," kata Muhadjir saat dihubungi, Jumat (25/11/2016).
"Pelaksanaannya tetap standard nasional. Badan Standardisasi Nasional akan mengawal, mengontrol, mengendalikan prosesnya. Jadi tidak ada lagi itu supply-supply soal ke daerah dikawal polisi," ujar mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang ini.
"Saya sudah dipanggil Pak Presiden, sebelum jumatan tadi saya dipanggil. Prinsipnya beliau sudah menyetujui, tinggal menunggu inpres," tutur Muhadjir.
"Ujian Nasional tetap akan saya lakukan sesuai dengan amanah Mahkamah Agung kalau semua pendidikan di Indonesia sudah bagus. Makanya nanti akan pemetaan saja. Nanti kita lihat apakah perbaikan di 2017 cukup signifikan," ujar Muhadjir.
Lalu bagaimana dengan tahun 2018, apakah akan ada UN?
"Hampir pasti belum ada. Itu kan tidak bisa setahun dua tahun (peningkatan kualitas sekolah secara merata)," ujar Muhadjir.
"Sekolah-sekolah kita yang di atas standar nasional sekarang hanya 30 persen, itu yang harus kita treatment," imbuhnya.
Jadi, boleh disimak apa
kata pak menteri tentang mekanisme pelaksanaan UN mulai tahun 2017. Setidaknya ada
beberapa kesimpulan tentang kebijakan baru pelaksanaan UN mulai tahun 2017:
- UN bukan dihapus, tapi ditunda pelaksanaannya, sampai kapan? Iya, hingga kualitas pendidikan di Indonesia benar-benar merata
- Jika mulai tahun 2017 tidak ada lagi pendistribusian soal dari pusat ke daerah maka sudah bisa dipastikan bahwa Ujian Akhir bukan lagi tanggung jawab pusat tapi sudah menjadi wewenang pemerintah daerah dari provinsi hingga tingkat kabupaten. Namun dalam hal ini, pelaksanaannya tetap berstandar nasional, karena Badan Standardisasi Nasional akan mengawal, mengontrol, mengendalikan prosesnya.
- Walaupun ini baru rancangan, tapi kemungkinan besar akan terlaksana mulai 2017 karena Bapak Jokowi Selaku Presiden RI sudah menyetujuinya. Berarti tinggal menunggu Instruksi Presiden
- Ujian akhir bagi siswa sekolah didesentralisasi. Pelaksanaan ujian akhir bagi siswa SMA-SMK dan sederajatnya diserahkan ke pemerintah provinsi. Untuk level SMP dan SD sederajatnya diserahkan ke pemerintah kabupaten/kota.
- Kelulusan siswa akan ditentukan oleh pihak sekolah. Hasil ujian akhir jadi salah satu pertimbangan, bukan jadi satu-satunya faktor penentu kelulusan. Presiden, kata Muhadjir, sudah setuju
Mungkin ini yang bisa dimaknai dari beberapa pernyataan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan terkait isu penghapusan Ujian Nasional tahun 2017.
Dengan adanya moratorium UN, bukan berarti sekolah-sekolah di tanah air juga apatis dengan peningkatan kompetensi anak didik. Karena di era pak Anis Baswedan, keberadaan UN ini justru menjadi tolok ukur pemetaan kompetensi peserta didik yang diuji dengan 4 mapel UN. Apalagi jika melirik sedikit ke Finlandia yang sekarang jadi percontohan, mereka menilai tingkat kecerdasan anak dilihat dari kemampuan matematisnya. Maka boleh jadi ketersediaan mapel Metamatika sebagai alat uji itu akan tetap dipertahankan di Indonesia.
Semoga saja apa yang dicita-citakan pak Muhadjir tentang kualitas pendidikan yang merata di Indonesia akan diamini oleh seluruh pemerhati pendidikan di tanah air, sehingga secepatnya bisa tercapai.
0 komentar:
Post a Comment